Top
New Zealand Travel - Sebuah Wisata Keluarga | AZ's Blog
fade
4050
post-template-default,single,single-post,postid-4050,single-format-standard,eltd-core-1.2.1,flow-ver-1.7,,eltd-smooth-page-transitions,ajax,eltd-blog-installed,page-template-blog-standard,eltd-header-standard,eltd-fixed-on-scroll,eltd-default-mobile-header,eltd-sticky-up-mobile-header,eltd-dropdown-slide-from-bottom,wpb-js-composer js-comp-ver-6.4.2,vc_responsive
AZ's Blog | Indonesia Photograher / My Life  / New Zealand Travel – Sebuah Wisata Keluarga

New Zealand Travel – Sebuah Wisata Keluarga

Suatu masa ketika notifikasi belum merajalela. Ponsel masih sebatas teks dan belum terlalu visual tanpa kuota internet. WA Group belum lahir. Facebook masih sebatas di desktop,layanan posting cepat instagram belum tersedia,dan tidak ada aplikasi peta yang memandu perjalanan dengan mudah. Begitu kira-kira suasana saat perjalanan ini dilakukan, Juli 2009.
Peta wisata yang diperoleh gratis masih menjadi andalan untuk memandu petualangan kecil kami. Corat-coretan sudah menghiasai setiap peta yang ada atau brosur untuk memandai tempat-tempat yang bakal kami kunjungi.
Bisa dibayangkan, bagaimana kami mengisi hari-hari perjalanan yang bisa kami namakan wisata keluarga ini. Atau bagaimana kami menghabiskan setiap malam yang cenderung lebih sunyi dikarenakan musim dingin. Tapi dibalik keterbatasan yang ada, sepertinya hal itu yang mengesankan sekaligus sangat dirindukan dari perjalanan ini. Begitu dekat, tanpa distraksi.

Menikmati pagi di dermaga Ateroa.

New Zealand atau Selandia Baru menjadi pilihan kami. Keindahan alam yang disertai banyak kemudahan akses rasanya merupakan pilihan tepat untuk membawa putra kami yang baru berusia kurang dari 3 tahun. Banyaknya macam bentukan alam bisa menjadi tambahan pengalaman buat si kecil untuk belajar. Dan kami pikir, itulah esensi perjalanan ini, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi kami sebagai orang tua sekaligus bagi sang anak. Hal-hal yang lain hanyalah keuntungan tambahan saja.

In life, it’s not where you go, it’s who you travel with – Charles Schulz

Guna keperluan tersebut, saya menyewa campervan, kendaraan yang sekaligus berfungsi sebagi tempat tinggal untuk berkeliling Selandia Baru. Sehingga saya leluasa bergerak dan beristirahat di mana pun dan kapan pun kami butuhkan. Tidak perlu check-in dan check–out di penginapan, bongkar tas dan packing lagi setiap harinya, yang tentu akan menyita waktu juga tenaga. Mobil berkapasitas 2200 cc, ini benar-benar menjadi rumah berjalan kami. Menikmati pemandangan, memasak, makan, tidur, dan mandi ditempat yang sama. Sebuah rumah kecil yang bergerak. Nyaman memang, namun saya harus rela membayar uang sewa $95 per harinya. Ini sudah merupakan harga diskon di musim dingin, di musim panas, harga akan meningkat 40%.

Telepon umum yang sekarang mungkin akan sulit didapati.

Punting Ride on Avon River ,Christchurch.

Fox Glacier apabila naik lebih keatas akan sangat menarik dengan goa-goa es yang mencair. Karena membawa si kecil kami hanya berjalan-jalan di tempat ini.

 

Campervan, tempat kami menikmati perjlanan ini.

Perjalanan saya dimulai dari Pulau Selatan melalui Christchurch, Mounth Cook, Dunedin, Milford Sound, Queenstown, Fox Glacier, dan Nelson. Pulau Selatan pulau terbesar di Selandia Baru. Bentukan pegunungan Alpen Selatan sangat menonjol di pulau ini. Ada 18 puncak lebih dari 3.000 meter (9.800 kaki). Juga pegunungan curam Fiordland yang menjadi rekam jejak usia glasial berada di pojok barat daya Pulau Selatan.
Berikutnya adalah penjelajahan pulau utara melalui Wellington, Napier, Taupo, Roturua, dan berakhir di Kota Auckland. Pulau Utara tidak mempunyai banyak pegunungan tetapi sarat akan kegiatan vulkanik. Hal inilah yang membuat pulau utara lebih banyak penduduknya terutama di masa lalu karena, kehangatan dan kesuburan tanahnya yang sangat berbeda dengan iklim dan kondisi fisik pulau selatan.

Travel brings power and love back into your life – Rumi

Sembilan belas hari perjalanan dengan suasana yang sangat istimewa. Rasanya akan sulit menemukan kedekatan tersebut di era serba ‘terhubung’ saat ini. Namun dalam doa-doa malam sebelum tidur, saya masih menyelipkan doa untuk bisa melakukannya sekali lagi. Pergi ke tempat-tempat yang sama. Sambil menyegarkan ingatan yang kadang terasa begitu rapuh.

Menyiapkan hidangan makan malam dari dapur yang ada di campervan.

Suasana makan malam di dalam campervan.

Tidak semua tempat ada tempat pengisian bahan bakar. Perlu sedikit perencanaan untuk hal yang sederhana ini.

Suatu pagi di salah satu sungai di kawasan Taman Nasional Mt. Cook.

Menikmati salju untuk pertama kali di Glentanner Park tidak jauh dari Taman Nasiona Mt. Cook.

Play ground di Glentanner Park. Rasanya hanya kita yang bermain di pagi itu. Namanya juga makhluk tropis.

Salju menutup jalan dan pepohonan, Mt Cook area. Lupa kita bawa sirup atau susu kental manis.

Obrolan sore di tepi Danau Takepo. Obrolan dalam dan sangat menyentuh. Sungguh, bokong kami terasa kedinginan setelahnya.

Deretan pegunungan Mt Cook.

Pemandangan pagi tidak jauh dari tempat kami bermalam. Deretan pegunungan dengan Mt Cook menjulang.

Cara mudah menikmati Mt Cook dari dekat dengan menggunakan heli yang banyak ditawarkan. Anda akan puas menikmati keindahan alam dari Mt Cook dan deretan pegenungan alpen selatan

Setelah berputar mengelilingi pegunungan mendarat lah kami di ketinggian, snow landing.Lereng terdekat dengan Mt. Cook. Pendaratan tertinggi yang kami pernah alami.

Puncak Aoraki atau Mount Cook dari kejauhan.

Jalanan macet karena biri-biri lewat.

Peternakan di kawasan Dunedin.

Pagi menyambut kedatangan kami di KOta Dunedin.

Dunedin railway station.

Suasana pagi di kampus University of Otago. Universitas tertua di New Zeland.

Ketika selfie belum terlalu membudaya.

Larnach Castle, 1871, Dunedin.

Interior of a Marae (Maori Metting House), Auckland Museum.

Malam di Dunedin.

‘Mau telpon siapa mas ?”

Daun Nothofagus fusca (New Zealand Red Beech) yang berlapis salju saat musim dingin. Pohon yang bisa mencapai 35 meter ini merupakan tananman endemik kawasan Fiordland, New Zealand.

Bingung mau maen apa. Disini semua orang tampak sibuk dan bergembira.

Toko cindera mata.

Queenstown suatu pagi.

Riverdale Hotel, 1880.

Senja di Wanaka Lake. Pemandangan tempat kami menginap dan bermalam.

Mahes dan Mamanya berdiskusi sebelum memulai penjelajahan Milford Sound dengan kapal.

Bergaya sebentar di depan Mitre Peak yang menjulang tinggi di sebelah kanan, Milford. Siapa tahu foto ini akan menginsiparinya dalam menjalani hidup kelak.

No Comments

Post a Comment

})(jQuery)