Tear Sheet : National Geographic Traveler Indonesia, Oktober 2012
Odometer, alat pengukur jarak di mobil, mencatat 4.786 kilometer. Perjalanan ini benar-benar petualangan berkendara mobil terpanjang yang pernah saya lakukan, tanpa pengemudi cadangan.
MENDUNG MENGGANTUNG di langit Selandia Baru. Malam beranjak larut. Gelap, nyaris tanpa lampu penerang. Saya menyusuri suatu ruas jalanan yang kadang mendaki panjang pada musim dingin itu. Padang rumput dan semak di bahu jalan tampak memutih diterpa salju. Daun-daun di pepohonan berguguran. Selebihnya senyap berbalut hawa dingin, khas kawasan pegunungan yang menjulang akibat pergerakan lempeng tektonik selama ribuan tahun. Cuaca memang sulit ditebak. Kadang cerah namun dengan cepat berubah mendung. Wajar jika Negeri Kiwi menyandang nama lain nan cantik, Aotearoa. Dalam Bahasa Maori—pribumi—berarti negeri awan putih.
Selandia Baru disebut ahli sejarah sebagai “negara termuda di dunia.” Lokasinya di sebelah tenggara Benua Australia dan barat daya Samudra Pasifik, dan terdiri dari dua pulau besar— Utara dan Selatan—serta sejumlah pulau kecil di sekitarnya.
Perjalanan saya di negeri asal Sir Edmund Hillary ini dimulai dari Pulau Selatan (pulau terbesar) melalui Christchurch, Gunung Cook, Dunedin, Milford Sound, Queenstown, Fox Glacier, dan Nelson. Bentukan pegunungan Alpen Selatan sangat menonjol di Pulau Selatan. Ada 18 puncak gunung berketinggian lebih dari 3.000 meter. Pegunungan curam Fiordland yang menjadi rekam jejak usia glasial juga berada di pojok barat daya Pulau Selatan.
Berikutnya adalah penjelajahan Pulau Utara melalui Wellington, Napier, Taupo, Roturua, dan berakhir di Auckland. Pulau Utara tidak mempunyai banyak pegunungan tetapi sarat kegiatan vulkanik. Hal inilah yang membuat Pulau Utara lebih banyak penduduknya terutama pada masa lalu, karena kehangatan dan kesuburan tanahnya yang sangat berbeda dengan iklim dan kondisi fisik Pulau Selatan.
Memasuki hari ketiga, saya menuju Taman Nasional Aoraki (Gunung Cook). Letaknya di kawasan Canterbury Selatan di Pulau Selatan. Taman ini memiliki luas sekitar 700 kilometer persegi dengan Gunung Cook sebagai pusatnya. Orang Maori menyebutnya, Aoraki (pemecah awan). Barangkali karena berketinggian 3.754 meter, gunung ini dinamai Aoraki. Sedangkan nama Cook diberikan oleh Kapten John Lort Stroke untuk menghormati Kapten James Cook, orang Inggris pertama yang menemukan dan melakukan survei di pulau ini. Bagi saya, perjalanan ini lebih layak disebut liburan keluarga daripada petualangan seorang fotografer. Meski demikian, perkara membawa belahan jiwa dan buah hati yang belum genap berusia tiga tahun ternyata merupakan tantangan tersendiri. Karena alasan itulah saya tidak menggunakan jasa agen wisata. Saya tidak ingin berpesiar layaknya wisatawan biasa. Juga, tidak ingin terlalu banyak disibukkan dengan agenda perjalanan, dan terlalu terburu-buru menikmati petualangan. Plan less and go slowly.
Untuk itu, saya menyewa campervan, kendaraan yang seka- ligus berfungsi sebagai tempat tinggal. Kami dapat leluasa bergerak dan beristirahat di mana pun dan kapan pun.Tidak perlu check in dan check out di tempat penginapan, bongkar tas dan packing lagi setiap harinya, yang tentu menyita waktu dan tenaga. Mobil berkapasitas 2.200 cc ini benar-benar menjadi rumah berjalan. Kami menikmati pemandangan, memasak, makan, tidur, dan mandi di sana. Sebuah rumah kecil yang bergerak. Juga nyaman.
Waktu seolah sangat singkat di sini. Tidak terasa saya telah menghabiskan 19 hari. Odometer, alat pengukur jarak di mobil, mencatat 4.786 kilometer. Perjalanan ini benar-benar petualangan berkendara mobil terpanjang yang pernah saya lakukan, tanpa pengemudi cadangan. Melihat tempat-tempat baru menambah perspektif saya dalam memandang sesuatu. (Ahmad Zamroni)