Di sebuah bukit yang menghadap ke laut, bukit ‘cinta’ kebanyakan orang Ende menyebutnya, saya menikmati senja. Rerumputan yang berwarna hijau-kebiruan terlihat begitu indah, kontras dengan langit yang berubah menjadi jingga. Tidak ada siapa-siapa, hanya desiran angit yang cukup kuat. Begitu terpesonanya saya dan tanpa terasa hari sudah berubah gelap.
Travelling kota Ende di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, rasanya tidak akan lepas dari Sukarno, Danau Kelimutu dan tenun. Setidaknya tiga hal tersebut yang sering dibincangkan dalam cerita perjalanan salah satu kota di bagian selatan Pulau Flores ini.
Sudah menjadi pemahaman umum, Bung Karno, calon presiden pertama Indonesia, selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938), diasingkan di kota ini oleh Pemerintah Hindia Belanda. Karena tidak terlalu banyak hiburan di Ende, Sukarno kemudian menjadi lebih banyak membaca dan berpikir ketimbang sebelumnya. Banyak pemikiran tentang mendirikan negara Indonesia merdeka dan ide-ide Pancasila yang kelak menjadi dasar negara dimulai di tempat pengasingan ini.
Setelah sejarah, danau tiga warna Kelimutu yang berada di kabupaten ini juga menjadi daftar kunjungan saya. Tentu saja, karena keindahannya, danau ini menjadikannya sebagai salah satu keajaiban dunia dari tanah Flores. Walau cukup memakan waktu dari 3 hari perjalaanan yang saya punya, tapi daya tarik danau ini sepertinya sangat sayang untuk dilewatkan.
Selebihnya saya menyusuri beberapa daerah Ende secara bebas saja. Ke pasar, pedesaan, pantai, dan lainnya tanpa rencana yang pasti. Mencoba merasakan denyut keistimewaannya dan debar setiap kejutan yangditawarkan. Belajar lagi tentang hidup dan memperkaya kenangan. Lewat pemandangan dan karakter dari portrait kehidupan.