Berpesiar ke Negeri Awan Putih, Selandia Baru
Malam terasa begitu larut. Mendung masih menggantung di langit, sisa cuaca kemaren. Jalanan yang kadang mendaki begitu panjang dan senyap. Gelap karena jarang sekali terpasang lampu penerang. Juga basah oleh dingin malam kawasan pegunungan alpen selatan yang menjulang sebagai akibat pergerakan lempeng tektonik selama ribuan tahun, disepanjang perjalanan. Padang rumput dan semak di kanan dan kiri bahu jalan terlihat memutih. Diterpa salju musim dingin yang perkasa, hingga daun-daun di pepohonan rontok karenanya. Cuaca disini memang sulit ditebak. Kadang cerah dan dengan cepat menjadi mendung. Sangat wajar bila Selandia Baru ini mempunyai nama maori Aotearoa yang bisa diartikan sebagai ‘tanah dengan awan putih yang panjang’ atau the land of the long white cloud.
Ini merupakan hari ketiga perjalanan saya di negeri yang begitu terkenal dengan keindahan bentukan alamnya, menuju Taman Nasional Aoraki/Mount Cook, yang terletak di kawasan Canterbury Selatan, di Pulau Selatan, Selandia Baru. Sebuah taman nasional yang memiliki luas sekitar 700 kilometer persegi dengan pusatnya adalah Gunung Cook atau orang maori, penduduk pribumi Selandia Baru, menyebutnya dengan Aoraki yang berarti “pemecah awan”. Barangkali karena memiliki tinggi sekitar 3.754 meter tersebut, maka gunung ini mendapat nama Aoraki. Sedangkaan nama Cook diberikan oleh Kapten John Lort Stroke untuk menghormati Kapten James Cook, orang Inggris pertama yang menemukan dan melakukan banyak survei di pulau ini.
Perjalanan di Selandaia Baru ini sebenarnya lebih merupakan sebuah liburan keluarga dari pada sebuah petualangan seorang fotografer. Namun demikian ternyata membawa keluarga dengan anak yang belum genap berusia 3 tahun ternyata mempunyai tantangan tersendiri. Juga, karena alasan tersebut, saya memutuskan untuk tidak menggunakan jasa agen wisata yang banyak tersedia di tempat ini dengan beragam paket-paket wisata yang ditawarkan. Saya tidak ingin berpesiar layaknya wisatawan biasa. Juga, saya tidak ingin terlalu banyak disibukkan dengan daftar-daftar perjalan, dan terlalu terburu-buru dalam menikmati petualangan ini. Plan less and go slowly.
Guna keperluan tersebut, saya menyewa campervan, kendaraan yang sekaligus berfungsi sebagi tempat tinggal untuk berkeliling Selandia Baru. Sehingga saya leluasa bergerak dan beristirahat dimanapun dan kapanpun kami butuhkan. Tidak perlu check-in dan check–out di penginapan, bongkar tas dan packing lagi setiap harinya, yang tentu akan menyita waktu juga tenaga. Mobil berkapasitas 2200 cc, ini benar-benar menjadi rumah berjalan kami. Menikmati pemandangan, memasak, makan, tidur, dan mandi ditempat yang sama. Sebuah rumah kecil yang bergerak. Nyaman memang, namun saya harus rela membayar uang sewa $95 per harinya. Ini sudah merupakan harga diskon di musim dingin, di musim panas, harga akan meningkat 40%.
Selandia Baru, yang disebut ahli sejarah sebagai the youngest country on earth, terletak di sebelah tenggara Benua Australia dan barat daya Samudra Pasifik. Terdiri dari dua pulau besar, utara dan selatan dan sejumlah pulau kecil di sekitarnya. Keindahannya menjadikan negeri ini menjadi surga baik bagi para pelancong dan para petualang. Merencanakan perjalanan ke negeri “Lord of the Ring“ ini dibuat bukanlah sesuatu yang sulit. Sebuah portal resmi (www.newzealand.com) memberikan semua informasi baik apa yang akan kita lihat, dimana akan makan dan menginap, dan juga rute perjalanan. Disamping itu, i-site, kantor pelayanan informasi sekaligus pusat layanan reservasi bagi wisatawan, tersebar di semua kota dengan pelayanan yang sangat professional akan siap membantu wisatawan. Begitulah, dengan perencanaan yang saya lakukan dua minggu sebelumnya lewat internet, pete-peta yang saya dapat dengan gratis di i-site, saya memulai perjalanan ini. Mengunjungi Negara Sir Edmun Hillary berasal.
Perjalanan saya dimulai dari Pulau Selatan melalui Christchurch, Mounth Cook, Dunedin, Milford Sound, Queenstown, Fox Glacier, dan Nelson. Pulau Selatan pulau terbesar di Selandia Baru. Bentukan pegunungan Alpen Selatan sangat menonjol di pulau ini. Ada 18 puncak lebih dari 3.000 meter (9.800 kaki). Juga pegunungan curam Fiordland yang menjadi rekam jejak usia glasial berada di pojok barat daya Pulau Selatan.
Berikutnya adalah penjelajahan pulau utara melalui Wellington, Napier, Taupo, Roturua, dan berakhir di Kota Auckland. Pulau Utara tidak mempunyai banyak pegunungan tetapi sarat akan kegiatan vulkanik. Hal inilah yang membuat pulau utara lebih banyak penduduknya terutama di masa lalu karena, kehangatan dan kesuburan tanahnya yang sangat berbeda dengan iklim dan kondisi fisik pulau selatan.
Waktu berasa sangat singkat disini. Tidak terasa saya telah menghabiskan 19 hari libur yang saya punya. Odometer, alat pengukur jarak di mobil saya sudah mencatat angka 4786 km. Perjalanan ini benar-benar menjadi petualangan dengan mengendarai mobil terpanjang yang pernah saya lakukan selama ini. Tanpa pengemudi cadangan. Melihat tempat-tempat baru yang tentu akan menambah perspektif saya dalam melihat sesuatu.